Friday, January 14, 2011

Sejarah Kota Situbondo

SITUBONDO VERSI 2
Penelusuran Hari Jadi Kabupaten Situbondo berlangsung melalui proses kajian yang cukup panjang melibatkan seluruh stakeholder, baik sejarawan, pelaku sejarah, akademisi, pejabat pemerintah maupun kalangan wakil rakyat. Dengan asistensi pakar dari lembaga Perguruan Tinggi serta peran aktif Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jawa Timur, Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten, menerbitkan Buku Quo Vadis Hari Jadi Kabupaten Situbondo, yang memuat tonggak-tonggak terpenting dan monumental, sekaligus argumentasi akademik yang memadai terhadap peristiwa-peristiwa bersejarah mulai masa pra kolonial, masa penjajahan, masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan sebagai bahan pendalaman sejarah lokal.


Berdasarkan fakta sejarah Kabupaten Situbondo berawal dari Panarukan. Nama Panarukan yang pada masa sebelumnya disebut POERBOSARI merupakan Kota pelabuhan untuk perahu kepulauan sekitarnya. Setelah Orang Portugis berlabuh dan berakulturasi dengan penduduk lokal,pada Tahun 1580 mereka mendirikan benteng pertahanan untuk menimbun barang dagangannya, seperti lada dan cengkeh yang dibawa dari kepulauan Maluku. Daerah tersebut menjadi tempat menaruh ( Panarukan ) barang orang-orang Portugis, sehingga penduduk setempat lambat laun memberi nama PANARUKAN.Pada Masa Hindia Belanda, dalam rangka meningkatkan stabilitas pemerintahannya telah diangkat beberapa Bupati, diantaranya di wilayah ujung timur adalah Bupati Bondowoso dan Bupati Panarukan. Bupati Pertama adalah Raden Tumenggung Ario Surjo Amidjojo yang memiliki nama kecil Kanjeng Pandu. Beliau adalah putra Bupati Pribumi I Besuki yang memerintah Panarukan dari Tahun 1850-1859.

Bupati saat itu merupakan pejabat tertinggi dalam pemerintahan birokrasi pribumi, yang membawahai para Wedhana. Dalam menjalankan roda pemerintahan ia dibantu oleh seorang Patih Kabupaten yang berkedudukan di Situbondo. Hingga Tahun 1910 wilayah Kabupaten Panarukan terbagi menjadi 4 Kawedhanan, Yaitu Situbondo, Panaroekan, Prajekan dan Soemberwaroe. Pada akhir pemerintahan Kolonial Belanda terjadi perubahan cakupan kekuasaan dari Kabupaten Panarukan. Distrik Besuki yang dalam Keputusan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1901 masuk dalam wilayah Kabupaten Bondowoso, pada Tahun 1931 masuk dalam daftar wilayah Kabupaten Panarukan. Sejak itu, Panarukan terdiri dari Distrik Besuki, Distrik Panarukan, Distrik Situbondo dan Distrik Sumberwaru.

Nama Panarukan sangat dikenal berdasarkan penemuan sumber sejarah sejak lama. Sebagai tempat persinggahan para pedagang sejak Zaman Portugis, Panarukan menjadi ramai, bukan saja para pedagang tetapi juga para pelancong dan bahkan hingga Tahun 80-an nama Panarukan masih banyak dikenal oleh masyarakat luar daerah. Ketika Kabupaten Panarukan berdiri, terutama setelah Masa kemerdekaan, berbagai aktifitas pemerintahan dan hubungannya dengan pihak luar diselenggarakan di Distrik Situbondo.

Berdasarkan kenyataan tersebut dan dengan pertimbangan untuk kepentingan kelancaran jalannya roda pemerintahan seiring dengan perkembangan kemajuan daerah, maka nama dan tempat kedudukan Pemerintah Daerah Kabupaten panarukan diubah dan dipindahkan dari Panarukan ke Situbondo pada Era Bupati K. Achmad Tahir Hadisoeparto Tahun 1972. Kegiatan pemerintahan dengan nama resmi Situbondo berawal pada tahun tersebut, yang secara yuridis formal dibuktikan dengan dokumen sejarah sebagaimana tertera dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1972 Tanggal 19 September 1972 tentang Perubahan nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan pemerintahan Kabupaten Panarukan menjadi Kabupaten Situbondo dengan tempat Pemerintahan di Situbondo. Sebagai konsekuensi dari diterbitkannya Peraturan pemerintah tersebut maka sejak tanggal 19 September 1972 terjadi perpindahan jalannya roda pemerintahan dan pembangunan secara resmi dari Panarukan ke Situbondo.

Hari Jadi merupakan tonggak sejarah dimulainya pemerintahan suatu daerah, yang akan dikenang sepanjang hayat sebagai sumber motivasi bagi masyarakat dalam menapak kehidupan yang adil, sejahtera dan berdaya saing, lebih-lebih dalam paradigma kehidupan pemerintahan yang desentralistik di Era Otonomi Daerah saat ini.Sebagai sebuah identitas yang menjadi kebanggaan masyarakat, Hari Jadi suatu daerah adalah muara dalam menggalang solidaritas, rasa memiliki dan rasa cinta terhadap daerah sehingga mendorong kreatifitas masyarakat untuk berkarya dan membangun demi kemajuan daerah.DPRD dan pemerintah Daerah menyepakati Hari Jadi Kabupaten Situbondo jatuh pada Tanggal 19 september 1972.(Sumber:http://birohumas.jatimprov.go.id)

No comments:

Post a Comment